Kamis, 24 April 2014

Musik di dalam Islam (perenungan)



Dari Abi Malik Al Asy’ari dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam beliau bersabda :ليشربن ناس من أمتي الخمر يسمونها بغير اسمها يضرب على رؤوسهم بالمعازف والقينات يخسف الله بهم الأرض . ويجعل منهم القردة والخنازير“Sesungguhnya akan ada sebagian manusia dari umatku meminum khamr yang mereka namakan dengan nama-nama lain, kepala mereka bergoyang-goyang karena alat-alat musik dan penyanyi-penyanyi wanita, maka Allah benamkan mereka ke dalam perut bumi dan menjadikan sebagian mereka kera dan babi.” (HR. Bukhari dalam At Tarikh 1/1/305, Al Baihaqi, Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain.)



Di dalam Agama Islam, musik cenderung dikatakan amat sedikit. Sehingga banyak tafsir akan hal ini, ada yang mengharamkan, ada yang mensunnahkan dan adapula yang mengatakan boleh. Oleh karenanya sedikit akan saya kutip suatu tulisan berdasarkan sejarah, tentang musik pada zaman rasulullah.

Nabi Muhammad SAW (571-637) tidak hanya lahir di Mekkah tetapi juga mewartakan agama Islam di tempat ini. Dapat diketahui bahwa beliau senang dengan musik dan sekaligus menentang musik. Artinya demi agama beliau membeda-bedakan musik mana yang bertentangan dengan agama dan mana yang tidak. Malah pada saat itu berkembanglah nyanyian ziarah baru yang boleh diiringi dengan shakin (suling) dan tabl. Di dalam ibadah musik juga digunakan , sejak awal adhdan dinyanyikan. Lagunya (tahlin) mula-mula sedih, kemudian makin melodius. Berkembanglah taghbir (suatu gaya pembawaan yang ada polanya) untuk Alquran  terdiri dari semacam lagu resitatif dengan modulasi-modulasi (qira'a). Pola lagu inipun mula-mula sangat sederhana, sejak abad ke 9 terus berkembang , bahkan juga menggunakan lagu rakyat. Dari situ lahirlah pula lagu hiburan rohani antara lain nasha'id (lagu madah).

Dengan berkembangnya agama Islam, musik duniawi mula-mula mundur. Di bawah Kalifah-Kalifah pertama yaitu: tahun 632-661 sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW terdapat banyak tulisan yang melawan quina (biduanita, penyanyi wanita, gadis penyanyi) . Di Medinah pada pertengahan abad ke 7 makin banyak pemusik pria yang tampil, mungkin juga karena ada pengaruh dari Persia.

Dari tulisan ini hendaknya kita dapat merenung, terutama umat pengikut Nabi Muhammad SAW. Renungan itu diperlukan untuk diri masing-masing umat manusia, untuk mengevaluasi diri termasuk diriku sendiri. Perihal penilaian masing-masing diri memilikinya dan jangan pernah memaksakan penilaian kita terhadap orang lain. Itu saja yang dimaksud mengenai tulisan ini.



daftar pustaka:
Ighatsatul Lahfan Fi Mashayidisy-syaithan; Ibnul Qayyim Al-Jauziyah; Dar Ibnul Jauzi cetakan I, 1424 H.
Karl edmund Prier sj" Sejarah Musik 1" PML, Yogyakarta. 1991.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar