Rabu, 16 April 2014

MENGAPA BERNAMA MUSIK KERONCONG?????

Banyak versi tentang istilah keroncong. Salah satunya adalah gelang keroncong, yaitu lima hingga sepuluh gelang yang dikenakan di lengan kaum hawa. Jika lengannya berlenggang ketika berjalan, gelang-gelang itu bersentuhan dan menimbulkan suara crong…crong….crong.Sebutan kroncong, juga dikatakan berasal dari rangakaian gelang yang terdiri dari tiga ukuran yang selain dipergunakan sebagai perhiasan biasa dan perhiasan tari, juga perhiasan kuda yang menarik delman atau andong. Gelang yang kemudian disebut gelang keroncong itu menimbulkan tiga suara sesuai dengan ukurannya: cring…cring…cring (kecil), crung …crung… crung (sedang) dan crong …crong… crong (besar).
Pemeran karakter wayang orang juga mengenakan gelang keroncong, sebagaimana yang bisa terlihat dalam lukisan wayang kulit, di pergelangan tangan dan kakinya. Ada juga teh keroncong, yang disajikan dengan sebuah gelas atau cangkir. Teh yang sudah berada dalam gelas atau cangkir diseduh dengan air panas, lalu diihirup selagi hangat, semakin sedikit air yang tersisa teh menjadi lebih kental dan sepet, semakin nikmat. Teh keroncong ini juga dikenal sebagai teh-tubrukKemudian nasi keroncong, yang sekarang kita kenal sebagai nasi liwet, karena cara masaknya yang sama. Atau yang cukup populer, perut keroncongan. Pada tahun 1995 sempat ramai tentang istilah keroncong. 
Iklan televisi Gold Star menggunakan kalimat Soundmax, suaranya metal harganya keroncong di harian Kompas, 2 September 1995. Kalimat itu diartikan beberapa pembaca menjadi Suaranya hebat, harganya murah, sehingga mengundang polemik.Ada yang menyebutkan bahwa kalimat itu kreatif dan mengartinya Soundmax, suaranya keras harganya lembut. Tapi ada lain mengatakan iklan itu menghina musik keroncong sebagai sesuatu yang murah. Namun dengan tangkas, Ricky Subrata, President Director PT Komunika Cergas Ilhami, produsen televisi itu, menangkis dengan suratnya tertanggal 11 September 1995:“Melalui surat ini kami ingin menjelaskan sekaligus menyelesaikan masalah kesalah-pahaman penafsiran iklan tv Soundmax (GoldStar), sebagai berikut: 1. Kami tidak pernah bermaksud merendahkan musik keroncong. 2. Dialog dalam iklan Soundmax yang berbunyi: “Soundmax… suaranya metal, harganya keroncong”, adalah sebuah analogi yang biasa dipergunakan dalam teknik komunikasi periklanan, agar pesan yang ingin disampaikan dapat dengan cepat menarik perhatian, segar dan mudah diingat. Makna sebenarnya dari dialog tersebut, adalah: Soundmax suaranya dahsyat, harganya lembut dan bisa diterima oleh berbagai lapisan masyarakat, seperti musik keroncong. 3. Namun, agar kesalah-pahaman ini tidak berlarut-larut dan sekaligus memperlihatkan respek kami terhadap musik keroncong, kami telah mengambil inisiatif mengganti dialog tersebut menjadi: “Soundmax… suaranya metal, harganya bagus, lho…”. Dengan demikian, kesalah-pahaman ini telah selesai.” <!–more–>
Asal-muasal istilah keroncong memang masih terus bergulir. Tapi yang pasti ukulele, gitar kecil yang panjangnya sekitar 65 sentimeter (leher/hals 35 sentimeter, badan/corpus, 30 sentimeter), disebut juga sebagai alat musik keroncong. Jika seorang memainkan alat musik itu, disebut sedang main keroncong. Maksudnya adalah dia sedang memainkan alat musik keroncong. Namun pengertiannya lama-kelamaan menjadi dia memainkan musik keroncong.
Ukulele yang dibawa bangsa Portugis kita sebut juga ,em>cuk, krung atau kencrung. Jika dimainkan, alat musik berdawai 4 ini memang mengeluarkan suara crong….crong….crong. Dugaan kuat bahwa dari suara ukulele inilah sebenarnya lahir istilah keroncong.
Prana Abrahams yang pada tahun 2006 berusia 77 tahun dan Robby Sowakeluwakan, 55 tahun, mengatakan bahwa keroncong lahir karena kebutuhan hiburan warga Kampung Tugu.
Waktu nenek moyangnya pertama bermukim di kawasan Cilincing, belum ada gramafon, radio, apalagi tape atau televisi. Satu-satunya cara bagi warga untuk melepas lelah adalah dengan bertutur cerita sambil memainkan alat musik yang mereka miliki, yaitu ukulele. Gereja pun belum memiliki orgel, jadi kalau ada kebaktian diiringi musik keroncong.
Prana inilah yang mewarisi tradisi turun-temurun membuat ukulele dan menjual kerajinan tangan itu ke toko Thio Tek Hong di Pasar Baru. Sebuah ukulele yang dibuat dari kayu bulat itu harganya Rp 60.000 - Rp 70.000.- (enam puluh ribu - tujuh puluh ribu Rupiah) pada tahun 2005. Dulu dawai ukulele dibuat dari urat kucing Anggora, sekarang menggunakan senar pancing.
Sebelumnya juga dikenal Leonidas Salomon. Laki-laki kelahiran 10 November 1904 itu membuat alat musik keroncong Tugu khusus untuk sebuah yayasan keturunan Portugis Yayasan Putra Tugu yang memperoleh Rp. 1500,- (seribu lima ratus rupiah) pada tahun 1971. Hasil itu pun harus dibagi ke pada pekerja yang membantunya.Bahan utama alat musik keroncong Tugu buatannya adalah batang pohon kenanga atau waru. Disebut alat musik keroncong Tugu, karena berdawai 5. Menurut Leonidas, kalau berdawai 4 baru disebut ukulele.
Biasanya untuk memperoleh bahan baku alat musik buatannya, Leonidas harus membeli sebuah pohon kenanga atau waru. Setelah ditebang, dipotong dalam bentuk kotak, baru dibentuk badan alat musiknya. Sementara lehernya dibentuk dari potongan kayu yang memanjang.Seperti juga Prana, Leonidas mula-mula menjual hasil keranjing tangannya itu ke toko Thio Tek Hong dan satu lagi sebuah toko alat musik di Senen. Tapi pada tahin 1971 kedua toko itu tidak lagi menjual alat musik, sehingga Leonidas hanya mengandalkan pesanan, yang tentunya saja jumlahnya sangat sedikit, Bahkan sering berbulan-bulan tidak ada pesanan sama sekali.
Selain membuat ukulele, warga Tugu juga memiliki kebiasaan membuat kue-kue seperti dodol dan kue lapis. Pada masa lalu belum ada penjual kue seperti sekarang, sehingga tiap rumah tangga harus membuat kue sendiri. Kue buatan sendiri itu disuguhkan pada tamu. Kue itu mewakili tingkat citra rasa pembuatnya, mewakili semacam prestise marga.
Lagu keroncong Portugis pertama-tama yang juga cukup populer adalah Prounga khusus untuk penyanyi solo sesuai dengan artinya tunggal. Lagu ini sangat disenangi penduduk Kampung Bandan, hingga menyebutnya Krontjong Bandan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar