Kamis, 29 Mei 2014

Mhs Seni Musik UPI " Kerontjong Puteri"..kedubes jepang



Pertunjukan keroncong puteri seni musik upi Bandung pada acara ulang tahun kerjasama Indonesia dan Jepang, di rumah dinas dubes Jepang.


Sabtu, 26 April 2014

Charlie Parker Quintet - Blues for Alice..ERA Bebop





Era bebop muncul pada tahun 1940 an, hal ini dikarenakan mereka tidak senang kalau musiknya dianggap seperti musik hiburan, dan anggapan itu mengganggu jati diri mereka sebagai seniman. Musik bebop pada mulanya hanya dimainkan di kalangan kaum negro saja, belum ada kaum kulit putih yang terlibat. Bebop ini adalah semacam revitalisasi akar ekspresi jazz, akan tetapi dengan suatu perluasan gramatik musik yang sangat penting sebagai reaksi terhadap standar-standar yang sedang ngetrend.

Charlie Parker mengatakan (charlie Parker in "Downbeat", 1949. dikutip dari P.N. Wilson?Ulfert Goeman, "Charlie Parker"' Schafdach,1988. hal 32.) "..Nah, saya jenuh dengan akor-akor yang klise, akor-akor yang dimainkan oleh setiap musisi. Saya yakin bahwa mesti ada sesuatu yang lain. Pada mulanya saya bisa mendengarkannya, tetapi saya belum bisa memainkannya. Kemudian pada suatu kesempatan tahun 1939 saya mementaskan karya 'cherokee' dan sambil bermain, saya menyadari bahwa jika saya menggunkan interval-interval yang lebih jauh dari nada dasar masing-masing akor..maka baru kali ini saya bisa memainkan yang saya dengar".



Charlie Parker (1920-1955) banyak belajar musik dari Schoenberg, Webern, Hindemith, Varese dan Strawinsky. Namun yang dia pelajari dari musik itu kurang menuju pada teknik komposisi. Pendekatan lebih spontan dan sekilas, yaitu "sound" musik dodekafon diimitasi saja. Maka tidak mengherankan bila musik Bebop sangat diwarnai dengan kromatik serta nada-nada disonan. Walaupun kerangka harmoni masih tetap ada sebagai pola dasar, cara pengolahan harmoni lebih luas. Justru estetika improvisasi Parker membuktikan bahwa gaya melodinya adalah harmoni yang dimainkan horisontal dan jika struktur harmoni sederhana, maka Parker membikinnya lebih rumit.



Salah satu struktur harmoni blues yang sederhana adalah contoh berikut yang selanjutnya bisa dibandingkan dengan struktur harmoni "Blues for Alice", karya Charlie Parker. Struktur dasar lagu ini prinsipnya sama (12 birama dan kerangka 4+2+2+2+2)tetapi dikembangkan Charlie Parker menjadi lebih kompleks dengan semacam "sub-harmoni" kebanyakan bersifat Dominan sementara  atau "wakil tritonus".





daftar pustaka

mack, Dieter "sejarah musik jilid 4".Yogyakarta,2004, Pusat Musik Liturgi.


Philip Glass "Strung Out" Johnny Gandelsman "MUSIK MINIMALIS"





Dapat dikatakan 'Strung Out " (1966) merupakan karya pertama dari Philip Glass, karya ini untuk biola yang diamplifikasi. Karya ini dapat dikatakan sudah sepenuhnya gaya Glass yang utama, yaitu teknik repetitif yang senantiasa berubah secara aditif atau subtraktif. Menurut Glass, teknik ini dia kembangkan setelah mengalami konsep "Tala" dalam musik India. Prinsip "Tala" dalam musik India adalah suatu kerangka metrik (misalnya 3+2+2+3+2) sekaligus menentukan aspek formal, karena kerangka metrik susunan unit-unit ketukan tersebut selalu diulangi, walaupun tidak secara nyata sebab para musisi bisa mengisinya dengan ritme-ritme yang bermacam-macam. Lalu, Glass sama sekali tidak menggunakan prinsip ini dengan cara seperti pada musik India. Glass hanya mementingkan teknik aditif dan subtraktif. Prisip demikian itu itu kelihatan agak sama dengan berbagai teknik prosesual dari Stave Reich, namun terdapat perbedaan yang sangat mendasar , sebab Glass tidak mengutamakan suatu proses yang teratur. Glass juga tidak bekerja dengan prinsip "phase shifting', melainkan proses perubahan minimal dalam musiknya bersifat lebih linier atau horisontal. Pada karya "strung out" nilai ritmis selalu sama, yaitu not seperdelapan. Motif dasar adalah lima not pertama yang dibagi 3. Pada ulangannya dua not pertama didobel dan not akhir c dihapus menjadi 2+2+ pada ulangan ketiga nada c ini dimuat setelah dua not pertama dan ditambah satu not d menjadi 3+4. Ulangan keempat bersifat subtraktif sebab hanya sub-motif 4 diulangi lagi seterusnya. Walaupun kelihatan terdapat sistematika (5,6,7,4), ternyata hanya kadang-kadang demikian.

Exotica 'Maurice Kagel".





Musik dan teater

secara tidak langsung, unsur teater merupakan suatu aspek yang selalu berhubungan dengan suatu pementasan musik. Sebagai contoh komponis penting dari Eropa yang menggunakan 'mixed-media" dalam karya-karyanya adalah MAURICE KAGEL (1931-) .
EXOTICA merupakan karya MAURICE KAGEL yang diciptakan pada  tahun 1972, untuk alat yang bukan dari Eropa atau disebut dengan alat etnis. Dalam karya ini Kagel ingin mengkritik berbagai kecenderungan di dunia musik kontemporer dan populer, yaitu penggunaan alat eksotis oleh berbagai komponis sebagai rangsangan 'eksotis' untuk memperkaya antara lain kemiskinan musiknya sendiri. Menurut kagel hal ini mirip semacam neo-kolonialisme saja. Dalam partiturnya, jenis alat sama sekali tidak di spesifikasikan, melainkan hanya dicatat berbagai cara produksi bunyi secara netral. Bahkan penting sekali bagi Kagel, bahwa para enyaji sama sekali tidak tahu tentang cara memainkan alat-alat itu secara mentradisi di lokasi aslinya.

Kamis, 24 April 2014

Musik di dalam Islam (perenungan)



Dari Abi Malik Al Asy’ari dari Nabi shalallahu alaihi wa sallam beliau bersabda :ليشربن ناس من أمتي الخمر يسمونها بغير اسمها يضرب على رؤوسهم بالمعازف والقينات يخسف الله بهم الأرض . ويجعل منهم القردة والخنازير“Sesungguhnya akan ada sebagian manusia dari umatku meminum khamr yang mereka namakan dengan nama-nama lain, kepala mereka bergoyang-goyang karena alat-alat musik dan penyanyi-penyanyi wanita, maka Allah benamkan mereka ke dalam perut bumi dan menjadikan sebagian mereka kera dan babi.” (HR. Bukhari dalam At Tarikh 1/1/305, Al Baihaqi, Ibnu Abi Syaibah dan lain-lain.)



Di dalam Agama Islam, musik cenderung dikatakan amat sedikit. Sehingga banyak tafsir akan hal ini, ada yang mengharamkan, ada yang mensunnahkan dan adapula yang mengatakan boleh. Oleh karenanya sedikit akan saya kutip suatu tulisan berdasarkan sejarah, tentang musik pada zaman rasulullah.

Nabi Muhammad SAW (571-637) tidak hanya lahir di Mekkah tetapi juga mewartakan agama Islam di tempat ini. Dapat diketahui bahwa beliau senang dengan musik dan sekaligus menentang musik. Artinya demi agama beliau membeda-bedakan musik mana yang bertentangan dengan agama dan mana yang tidak. Malah pada saat itu berkembanglah nyanyian ziarah baru yang boleh diiringi dengan shakin (suling) dan tabl. Di dalam ibadah musik juga digunakan , sejak awal adhdan dinyanyikan. Lagunya (tahlin) mula-mula sedih, kemudian makin melodius. Berkembanglah taghbir (suatu gaya pembawaan yang ada polanya) untuk Alquran  terdiri dari semacam lagu resitatif dengan modulasi-modulasi (qira'a). Pola lagu inipun mula-mula sangat sederhana, sejak abad ke 9 terus berkembang , bahkan juga menggunakan lagu rakyat. Dari situ lahirlah pula lagu hiburan rohani antara lain nasha'id (lagu madah).

Dengan berkembangnya agama Islam, musik duniawi mula-mula mundur. Di bawah Kalifah-Kalifah pertama yaitu: tahun 632-661 sesudah wafatnya Nabi Muhammad SAW terdapat banyak tulisan yang melawan quina (biduanita, penyanyi wanita, gadis penyanyi) . Di Medinah pada pertengahan abad ke 7 makin banyak pemusik pria yang tampil, mungkin juga karena ada pengaruh dari Persia.

Dari tulisan ini hendaknya kita dapat merenung, terutama umat pengikut Nabi Muhammad SAW. Renungan itu diperlukan untuk diri masing-masing umat manusia, untuk mengevaluasi diri termasuk diriku sendiri. Perihal penilaian masing-masing diri memilikinya dan jangan pernah memaksakan penilaian kita terhadap orang lain. Itu saja yang dimaksud mengenai tulisan ini.



daftar pustaka:
Ighatsatul Lahfan Fi Mashayidisy-syaithan; Ibnul Qayyim Al-Jauziyah; Dar Ibnul Jauzi cetakan I, 1424 H.
Karl edmund Prier sj" Sejarah Musik 1" PML, Yogyakarta. 1991.

Minggu, 20 April 2014

CERTA PENDEK CERITANYA

Geliat kehidupan disebelah kita
Oleh : Hery udo supiarza

Matahari pagi  bersinar masih malu-malu, cuaca nampaknya akan cerah hari ini sebab awan tak terlihat sama sekali hanya  sisa embun masih bergelayut disela-sela rumput dan tanaman bunga dipekarangan rumah-rumah penduduk. Dari satu jam sebelumnya ,setelah melaksanakan sholat subuh , Yati  telah bergegas  menuju kamar mandi umum dibawah pohon kamboja dekat dengan sungai yang berwarna hitam pekat karena segala macam barang sisa  kesibukan kota memenuhinya, mulai dari kardus, kaleng oli,sampai sisa karet kondom. Yati begitu senang, karena Ia mendapatkan nomor antri pertama, biasannya Yati selalu mendapatkan nomor antri kelima  setelah para ibu pencuci pakaian upahan.Setelah selesai mandi ,Yati,   anak satu-satunya perempuan  berumur delapan belas tahun  dari tujuh bersaudara ini segera menyiapkan peralatan rias yang tersimpan rapi di dalam kardus sisa mie instan, kemudian dengan  terampilnya Yati mulai menghias dirinya sambil sekali-kali melihat kedepan kaca rias mengagumi penampilannya yang tak kalah cantik dengan penyanyi  dangdut pujaannya yaitu Elvi Sukaesih, terakhir  hampir ia lupa memberikan lukisan titik hitam dengan pensil sebagai  tahi lalat palsu di dagu sebelah kirinya.
Rutinitas seperti ini telah Yati  lakukan sejak ia berumur  enam tahun, sambil berlari kecil Yati segera menuju halaman depan rumah kontrakan  keluarga mereka,kakak-dan ayahnya telah menunggu dengan senjata masing-masing,  sang Ayah sedikit berteriak menyuruh Yati  untuk segera mencoba dulu sound system.
“Yat..ayo sini lu!” Ayah Yati berkata seperti biasanya. “ Ya, Bentar!. Ini dah siap koq.” Jawab Yati, Dia berlari kecil dan hampir menabrak kabel gitar kakaknya. “eh..ati-ati lu! Ntar klo kabelnya putus baru nyaho!” Amir,kakak  Yati yang paling tua berkata sambil sibuk menyetel ampli gitar butut yang Ia dapat beberapa tahun lalu ,pemberian seorang anak muda, konon katanya Dia begitu mengagumi permainan gitar Amir,”bang Amir! Maen gitarnya bagus banget dan rapi kayak bang Aji”.Anak muda itu mengomentari. (maksud Bang aji adalah  Haji Rhoma Irama, Raja dangdut).
“ Sip, dah enak kayaknya nih!” Ayah mengomentari hasil cheksound mereka. “Mir, gitar elu kekerasan , bas ma ketipung gak kedengeran tau!” Marwan berkata protes, Marwan adalah kakak Ratna nomor enam, Dia bertugas mendorong gerobak dan mengedarkan topi untuk menerima saweran dari penonton. Tapi walaupun tugasnya tidak begitu terhormat, Marwan ini adalah orang yang paling dipercaya dalam keluarga untuk mengevaluasi keras, lembut , seimbang atau tidak seimbangnya suara music mereka. Jika Marwan sudah menyepakati  hasil suara dari seperangkat soundsistem  butut milik keluarga ini, maka barulah mereka berangkat.
“Amir,coba volumenya kecilin dikit dong!” ayah berkata. “ni udah, tinggal lu zam !” amir berkata kepada adiknya nomor  tiga, Azam sang pembetot Bass. “Ya..ya..gue ma ahmed mau nyobain nge-belen nih !, Azam menimpali, Ahmed adalah kakak Yati nomor tiga, Dia mempunyai peran memainkan  Tam-tam (istilah bagi pemusik dangdut untuk dua buah  alat perkusi kecil yang mempunyai peran sangatlah penting, sebab tanpa alat music ini sama saja seperti sayur tanpa garam).
“Ok. Kalau dah pada sip kita berangkat sekarang, keburu siang nih!!” Ayah berkata memberi komando untuk berangkat.
Suasana pagi semakin riuh, para pedagang sayur, tukang beca, calo angkutan kota, anak-anak sekolah, tumplek menjadi warna kehidupan pagi . Seperti layaknya orang Gipsi, keluarga ini berjalan beriringan,Ayah Yati sebagai juragan  Orkes dangdut dorong, berada paling depan  layaknya  seorang panglima perang, sambil  sesekali menyapa orang-orang yang memandang dan memberi  senyum kepada keluarga ini. kemudian gerobak dan seperangkat alat pengeras suara berada di bagian kedua, barulah dibelakangnya  Marwan yang memiliki  perawakan  paling besar dan kuat bertugas mendorong gerobak, disusul Yati, Amir dan Azam.  Inilah gambaran potret keluarga miskin Bangsa kita didalam mempertahankan kerasnya kehidupan.Mereka menjalani kerasnya hidup dengan penuh suka cita dan tidak dengan cara mengemis.Satu hal yang paling penting, mereka memiliki rasa optimisme , tidak pantang menyerah dan bekerja tanpa mengeluh. Walaupun mereka miskin, tapi dengan keadaan hidup demikian  mereka  mampu menciptakan hubungan keluarga yang harmonis, saling menjaga dan saling menghormati.
Sekitar lima belas menit kemudian, sampailah mereka ketempat yang mereka tuju. Sebuah pertigaan, ditempat ini terdapat sebuah toko kelontong milik ko wijaya, toke keturunan Cina yang mempunyai rasa nasionalisme tinggi, maklumlah  kakeknya adalah salah satu pejuang pergerakan dan konon sangat bersahabat dengan sang proklamator Bangsa ini, itu kata ko wijaya kalau dia sudah mulai bercerita dengan penuh gelora mengenai kakeknya. Ko Wijaya ini sangat ramah dan baik hati,nyatanya Dia membolehkan lapangan kecil disebelah tokonya sebagai tempat  Yati dan keluarganya mengadakan pertunjukan.
“Yuk anak-anak, siapin tu peralatan, kita akan mulai pertunjukan hari ini!” Ayah berkata memberi komando. “Oke,!”Jawab Marwan, sambil melepaskan tangannya dari gagang dorongan gerobak, lalu ia bergegas mendekati aki yang merupakan sumber listrik dari perangkat soundsistem. Dut..dut..ta.tak..dut. ,dem..dum..dem, jreng..cek.cek..jreng, intro atau bagian pembukaan telah  dimulai. Satu persatu orang-orang mulai berkerumun mendekati pertunjukan Yati dan keluarga.
“ Halo semua.. selamat pagi, semoga hari ini kami bisa menghibur anda sekalian”, Yati memulai pidato singkatnya atau lebih tepatnya pidato basa basi,isi pidatonya  sama dengan yang ia katakan  kemarin dan telah bertahun-tahun, dan selalu sama isinya. “sebuah lagu pertama dari Hajjah Umi Elvi Sukaesih,!! Gula-gula, selamat menikmati. Yati menyelesaikan pidatonya sambil mulai memutar-mutarkan pinggulnya, mengikuti irama tam-tam. Penonton semakin ramai, namun yang berjoget tertib dan terkendali, sebab hal ini sudah menjadi biasa, bukan pemandangan yang aneh bagi orang-orang di pasar itu.
Hari telah menjelang sore, suasana pasar mulai sepi meninggalkan serakan sampah seperti sisa perang kurusetra saja, tumpukan sayur mayur bergelimpangan menunggu datangnya para pemulung memungutinya.Hari ini, telah dua kali istirahat  keluargaYati lakukan, yaitu ketika adzan dhuhur dan sekarang ini,  maka sudah tiba saatnya untuk mereka pulang kerumah.
“Yuk. Kita pulang anak-anak, jangan samapai ada yang ketinggalan, ntar repot tuh”, Ayah Yati berkata dengan senyum senang, karena hari ini perolehan mereka cukup memuaskan nampaknya. Tanpa banyak bicara  Marwan memeriksa segala perabotan yang berada dalam gerobak , sekarang gerobak itu tampak lebih penuh, selain senjata dari kakak-kakaknya telah diletakkan kedalam gerobak itu, di tambah pula dengan  belanjaan untuk persediaan makan mereka malam ini.
“ Ok, sip! Semua dah lengkap, gak ada yang ketinggalan”, Marwan berkata menerangkan perihal tanggung jawabnya.
 Maka berbarislah mereka seperti ketika mereka berangkat tadi pagi. Namun, ekspresi mereka lebih ceria sore ini, hanya saja penampilan mereka layaknya petani pulang dari sawah, belepotan dan kelelahan.
Selesai sholat magrib Yati segera ke dapur untuk menyiapkan makan malam keluarganya, persoalan masak memasak dan menghidangkan makanan adalah tanggung jawab Yati, hampir lima tahun keluarga ini telah ditinggalkan Ibu mereka, Ibu mereka telah dipanggil oleh_Nya, karena sakit demam berdarah dan mereka tidak punya biaya untuk membawanya ke dokter.   Sementara tiga kakak laki-laki nya yang lain berpencar-pencar bekerja sebagai kuli bangunan, dan hanya satu tahun sekali  pulang mengunjungi keluarga induknya. Waktu telah menunjukkan jam sepuluh malam, ayah dan kakak-kakak Yati telah terlelap menciptakan paduan suara malam didepan pesawat televisi hitam putih empat belas inci, Yati mengamati wajah anggota keluarganya satu persatu sambil tersenyum.
 “Biarlah kekayaan tidak memihak kepada kami, tetapi ada hal yang lebih penting yaitu kebahagiaan yang memihak pada kami”. Yati berucap di dalam hati, sambil mematikan televisi,.
Yati beranjak masuk kamar  tidur berukuran dua kedua meter  untuk mendatangi mimpi-mimpinya yang belum terwujud.

Pada  dasarnya didekat kehidupan kita sehari-hari, terdapat banyak warna  kehidupan masyarakat kita, apalagi persoalan sosial.Bangsa ini sedang sakit, bukan sakit flu karena kehujanan, tapi sakit tumor yang akarnya telah menyebar ke pusat syaraf kehidupan, dan kita sepertinya sedang menunggu untuk diamputasi atau dimatikan. Nilai-nilai sosial masyarakat kita semakin terkubur,apakah disebabkan himpitan ekonomi?!,keprustasian telah menjadi tontonan sehari-hari, jangan kita bicara tentang moral! Mari kita kerjakan sesuatu yang kita pahami dengan kejujuran dan ketulusan.