Kamis, 17 April 2014

episode MUSIK KONTEMPORER "MUSIK ADALAH DIAM".

Yang kita sebutkan kontemporer sebenarnya sudah setua seperti laut.
Yang sebaiknya baru adalah kesalahpahaman.
Di samping itu, terdapat banyak proses pemikiran yang salah.
Kontemporer: budaya Barat?
Tradisi: sebuah benda peninggalan yang indah?
Seni: suatu kegiatan resmi?
Ilmu: hanya untuk spesialisasi?
Copyright: hanya bergantung uang?
Komponis-komponis “serius”yang sedih dan goblok menghilang di belakang suatu hutan “musik dinding”
Keluhan tentang keadaan kreativitas

Ect.ect.ect…

Dieter Marc dari buku tiga jejak (92:2004) “Slamet Abdul Syukur dalam sebuah surat umum yang resmi tertanggal 27 September 1994, kepada semua anggota dan peminat organisasi AKI (asosiasi Komponbis Indonesia) yang baru saja didirikan. 

Musik adalah diam, kesunyian adalah musik, bagaimana ini? Mungkin bagi orang awam statemen ini akan membuat termenga-mengo, tidak masuk akal dan terlalu lebay (yang terakhir adalah bahasa popular anak muda sekarang ini=berlebihan), namun demikianlah suatu perkataan perihal musik yang muncul dari mulut seorang Mas Slamet Abdul Syukur. Kemudian muncul perkataan lain lagi dari Mas Slamet ini, yaitu: “musik adalah peristiwa bunyi yang di perhatikan secara sungguh-sungguh”, bagaimana dengan “kentut”, berarti suara “kentut” dapat menjadi musik ketika suara kentut itu kita sikapi dan perhatikan secara sungguh-sungguh, dan kemungkinan besar instrument musik yang sudah mapan, bunyi tang-ting-tung piano, ngak-ngik ngok biola dan lainnya akan menjadi sampah atau polusi suara saja jika tidak di perhatikan secara sungguh-sungguh.

Hampir selama 2 bulan ini saya berupaya memaknai 4 karya Mas Slamet. Hal ini saya lakukan selain guna penelitian, pun karena saya merasa tertarik untuk mencoba membuktikan perkataannya ketika saya kuliah dengan Beliau.Dalam satu kesempatan dia menjawab pertanyaan saya tentang’ komposisi yang baik itu seperti apa?”, Beliau menjawab dengan singkat dan sekenanya saja “komposisi yang baik itu harus lengkap terdapat kepala, badan dan kaki”. Maka empat karya Mas Slamet , yaitu: “Uwek-Uwek”, 2 players (exploring their mouths), 1/2 djembé (African drums), 1992,” Gelandangan”, female voice, karunding, 1999 (version of work for karunding, tape), “Wangi”, female dancer, gamelan, lights, 1999, Ji-Lala-Ji, 2 flutes (both + percussion), 1989. Ke- empat karya Mas Slamet ini merupakan sesaji yang saya gunakan untuk merenungi kemudian dapat memaknai pemikirannya, salah satunya tentang pendapatnya bahwa “diam adalah musik”, memaknai karya Beliau ini dibutuhkan energi khusus, artinya kita harus dapat meninggalkan sejenak dogmatis musik “kertas dinding” yang begitu meracuni diri kita. Pada ke-empat karya tersebut saya merasakan adanya keseimbangan antara diam dan bunyi, diam adalah suatu persiapan untuk membunyikan secara nyata, sesungguhnya dalam diam bunyi itu telah ada namun tidak nyata, dengan diam Mas Slamet dapat menempatkan bunyi itu dalam waktu yang tepat istilahnya “ketepatan saat”, perkara ini tidak saja hanya terdapat pada karya Mas Slamet, seorang John Cotrane atau Miles Davis dalam gendre musik jazz menjadi pionir dalam musik Jazz Modal karena mereka mampu berdiam diri sejenak untuk menempatkan bunyi pada saat yang tepat. Peristilahan diam dalam pemaknaan Slamet Abdul Syukur saya pertanyakan juga kepada pak Dieter Marc, beliau menjawab:

“Makna diam dalam musik Mas Slamet adalah bahwa dia tahu persis kapan fase diam dalam musiknya seolah-olah berbunyi. Artinya diam adalah bagian integral dari bunyi”.

From: Dieter Mack <kamasan@t-online.de>
To: Hery Udo <udo_hery@yahoo.com>
Sent: Fri, February 19, 2010 12:53:55 AM
Subject: AW: Kontak

Tidak ada komentar:

Posting Komentar